Jumat, 01 Juni 2012

distribusi bagi hasil : reveneu sharing and profit & loss sharing


Pendahuluan

Salah satu hal mendasar yang membedakan bank kovensional dengan bank syariah adalah perbedaan dalam pembayaran imbalan kepada pemilik dana (investor). Baik pembayaran imbalan dari bank ke nasbah atau dari peminjam dana bank ke bank. Dalam mekanisme perbankan konvensional pembayaran imbalan menggunakan instrumen bunga, dimana besarnya imbalan telah ditetapkan diawal perjanjian. Sedangkan mekanisme pembayaran imbalan diperbankan syariah adalah menggunakan instrumen bagi hasil, yaitu imbalan yang diterima berdasarkan hsil usaha yang diperoleh.saat ini Kebanyakan dari kaum muslimin hanya mengetahui sebatas itu saja, tanpa mengetahui secara rinci bagaimana mekanisme dari sistem pembagian hasi usaha bank syariah. Sehingga ketertarikan kaum muslimin untuk bertransaksi dibank syariah pun kurang. Mereka menganggap hampir sama mekanisme bagi hasil dalam Bank Syariah dan bunga dalam Bank Konvensional. Pemahaman seperti ini haruslah diluruskan.Prinsip pendistribusian hasil usaha dalam Bank Syariah atau lembaga Syariah Non-Bank telah ditetapkan oleh MUI. Dalam fatwa DSN No. 14/DSN-MUI/IX/2000 telah ditentukan cara pencatatan hasil usaha bank dan Lembaga keuangan Syariah. Ketentuanya berikut ini:

1. Pada prinsipnya, LKS boleh menggunakan sistem Accrual Basis maupun Cash Basis dalam administrasi keuangan
2. Dilihat dari segi kemashlahantan (al-ashlah), dalam pencatatan sebaiknya digunakan sistem Accrual Sistem; akan tetapi, dalam distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (Cash Basis)
3. Penetapan sistem yang dipilih harus disepakati dalam akad

Fatwa diatas diperjelas lagi oeh fatwa DSN No.15/DSN-MUI/IX/2000. Tentang prinsip distribusi bagi hasildalam Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Berikut ini Ketentuanya:

1. Pada prinsipnya, LKS boleh menggunakan prinsip bagi hasil (net revenu sharing) maupun bagi hasil (profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitranya
2. Dilihat dari segi kemashlahantan (al-ashlah), dalam pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan sistem Accrual Sistem; akan tetapi, dalam distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (Cash Basis)
3. Penetapan sistem yang dipilih harus disepakati dalam akad

Dalam butir fatwa diatas dijelaskan bahwa mekanisme dalam pembagian hasil usaha dalam LKS dapat menggunakan pinsip Revenue Sharing dan Prinsip Profit and Loss Sharing. Prinsip Revenue Sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari Imam Syafi’I yang mengatakan bahwa mudharib tidak boleh menggunakan harta Mudharabah sebagai biaya baik dalam keadaan menetap maupun dalam keadaan bepergian, karena mudharib telah mendapatkan keuntungan dari pengelolaan dana Shahibul maal. Sedangkan, untuk penerapan prinsip Profit and Loss Sharing berdasarkan pada pendapat Abu Hanifah, Malik, dan Zaidiyah yang mengatakan bahwa mudharib dapat membelanjakan harta mudharah untuk biaya minum, makan, pakain , dan lainnya. Namun harus untuk sesuatu yang telah dikenal dan tidak melakukan pemborosan .
Revenue sharing

Revenue sharing terdiri dari dua suku kata yang berasal dari bahasa Inggris. Revenue berart penghasilan, hasil, atau pendapatan. Sedangkan kata sharing merupakan bentuk kata kerja dari kata share yang berarti bagi. Jadi secara bahasa revenue sharing adalah pembagian hasil, penghasilan, dan pendapatan. Dalam kamus ekonomi revenue adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang dan jasa-jasa. Dalam prinsip ekonomi revenue dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi. Revenue meliputi total harga pokok penjualan (modal)ditambah keuntungan dari hasil penjualan (profit).
Dalam perbankan pengertian revenue adalah jumlah penghasilan yang diperoleh dari bunga hasil penyaluran dana atau penyediaan jasa oleh bank. Sedangkan dalam perbankan syariah, revenue adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) kedalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank. Bank syariah memperkenalkan sistem bagi hasil kepada masyarakat dengan istilah Revenue Sharing yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendpatan pengelolaan dan tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana. Sampai saat ini seluruh perbankan syariah di Indonesia masih menggunakan sistem bagi hasil dengan konsep Revenue Shariang.

Profit Sharing

Dalam kamus ekonomi profit dapat diartikan sebagai laba. Namun secara istilah profit adalah perbedaan yang timbul akibat total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost). Dalam perbankan syariah istilah profit sharing sering menggunakan istilah profit and loss sharing, dimana pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang diperoleh.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerja sama antara antara pemodal (investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan asaha ekonomi, dimana diantara keduanya akan terikat kontrak bahwa didalamusaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi .
Jadi, dalam sistem profit and loss sharing jika terjadi kerugian maka pemodal tidak akan mendapatkan pengembalian modal secara utuh, sedang bagi pengelola tidak akan mendapatkan upah dari kerjanya. Sedangkan keuntungan yang akan dibagikan adalah seluruh pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya operasional selama proses usaha.

C. Aplikasi Prinsip Revenue Sharing dan Profit and Loss Sharing di Bank Syariah

Dalam penerapannya diperbankan kedua sistem tersebut sangat berbeda, dan implikasinya dalam sistem administrasi pun akan berbeda. berikut ini merupakan gambaran mekanisme kerja prinsip Revenue Sharing dan Profit and Loss Sharing dalam bank syariah:

PRINSIP PEMBAGIAN HASIL USAHA BANK SYARIAH

Untuk perbedaan mekanisme kerja pembagian hasil usaha revenue sharing dan profit and loss shariang, di bawah ini akan dijelaskan perbedaannya:

1) Mekanisme bagi hasil Revenue Sharing

Dari gambar di atas akan dijelaskan Mekanisme distribusi hasil usaha dengan prinsip Revenue Sharing dalam perbankan syariah:

1. Pendapatan Operasi Utama (1)
Pendapatan utama bank syariah adalah pendapatan dari penyaluaran dana nasabah yang diinvestasikan kedalam usaha-usaha yang sesuai denga syariah. Dalam bank syariah Penyaluran dana nasabah dapat dilakukan dengan beberapa prinsip berikut ini:
a. Prinsip jual-beli yaitu dengan akad Murabahah, istisna, istishna paralel,salam, dan salam paralel.
b. Prinsip bagi hasil yaitu dengan akad pembiayaan Mudharabah dan pembiayaan Musyarakah
c. Prinsip Ujrah yaitu dengan akad ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik

Dari pendapatan hasil penyaluran dana ini lah yang akan dibagikan kenasabah yang menyimpan dana dibank (shahibul maal). Dalam prinsip Revenue Sharing besarnya pendapatan yang akan dibagikan adalah pendapatan (revenue) dari penyaluran dana tanpa pengurangan beban-beban yang dikeluarkan oleh bank. Sedangkan besarnya porsi bagi hasil kepada shaibul maal adalah sesuai dengan nisbah yang telah disepakati diawal akad.

2. Hak Pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat (2)
Adalah porsi bagi hasi yang diberikan oleh bank kepada pemilik dana mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat) penentuan besarnya bagi hasil dari hasil usaha (pendapatan) yang diserahkan kepada pemilik dana investasi tidak terikat tersebut dilakukan dalam perhitungan distribusi hasil usaha yang sering disebut dengan profit distribution .

3. Pendapatan operasi lainnya (3)
Selain sumber pendapatan dari kegiatan penyaluran dana nasabah, pendapatan bank syariah juga dapat diperoleh dari fee jasa-jasa yang telah diberikan bank syariah. Bank syariah mengenakan biaya administrasi terhadap pengelola dana yang besarnya telah disepakati. Dana yang dipeoleh dari biaya-biaya ini sebagai pendapatan bank syariah yang tidak akan didistribusikan sebagi bagi hasil. Pendapatan dari sumber operasi lain ini dapat berupa imbalan atas pemberian jasa keuangan dan jasa lainnya. Seperti imbalan atas jasa inkaso, jasa transfer, jasa LC dan jasa lainnya.

4. Beban Operasi (4)
Dalam prinsip Revenue Sharing bank syariah sebagi Mudharib yaitu sebagai pengelola dana, sehingga beban-beban yang dikeluarkan akan ditanggung oleh bank syariah sendiri, baik beban untuk untuk kepentingan bank syariah atau untuk pengelolaan dana nasabah. Dalam prinsip ini semua beban ditanggung oleh bank syariah tanpa mengurangi pendapatan yang akan didistribusikan kepada shahibul maal.


2) Mekanisme bagi hasil Profit and Loss Sharing

Dalam prinsip bagi hasil ini manajemen bank syariah dituntut untuk membuat dua laporan laba rugi secara terpisah. Berikut ini akan diterangkan mekanisme prinsip Profit and Loss Sharing dalam perbankan syariah sesuai dengan gambar diatas.

1. Laporan hasil usaha mudharabah (bank sebagai mudharib)
Disini bank sebagai mudharib yang dipercayakan oleh shahibul maal untuk mengelola dana yang disimpan. Dalam laporannya akan dihitung pendapatan dikurang dengan seluruh biaya-biaya pengelolaan dana, keuntungan dari inilah yang akan distribusiakan sebagai bagi hasil. Berikut adalah mekanismenya

(1). Pendapatan operasi utama (1)
Untuk pendapatan operasi utama tidak ada perbedaan denga prinsip Revenue Sharing, yaitu dari hasil penyaluran dana melalui prinsip bagi hasil, prinsip jual-beli, dan prinsip ujrah.

(3). Beban Mudharabah
Inilah yang membedakan prinsip Profit and Loss Sharing dengan Revenue Sharing, beban-beban yang keluar selama pengelolaan dan harus di rinci sedemikian rupa. Bank syariah harus memisahkan antara beban-beban yang dibebankan kepada bank syariah dan beban-beban yang akan menjadi beban pengelolaan dana Mudharabah. Shahibul maal harus mengetahui dengan jelas beban-beban yang akan dipergunakan sebagai pengurang pendapatan dari hasil penyaluran dana. Pendapatan yang akan didistribusikan adalah pendapatan bersih setelah dikurangi dengan beban-beban.

(3). Laba/Rugi Mudharabah (3)
Laba atau rugi akan diketahui setelah pendapatan yang diperoleh dikurangi dengan seluruh beban-beban. Jika terjadi laba, maka laba inilah yang akan dibagikan dengan pemilik modal (shahibul maal).

2. Laporan laba/rugi Bank Syariah (bank sebagai lembaga keuangan syariah)
Dalam prinsip Profit Sharing, selain membuat laporan laba-rugi Mudharabah yang akan disampaikan kepada pemilik modal, bank juga dituntut untuk membuat laporan laba-rugi pertanggungjawaban bank sebagai lembaga keuangan. Laporan laba-rugi yang dibuat untuk nasabah tidaklah dapat digunakan sebagai laporan laba-rugi bank sebagai lembaga keuangan. Data-data yang ada pada laoran ini yaitu data-data untuk kepentingan bank syariah sendiri dalam mengelola lembaga keuangan syariah, data beban-beban yang dikeluaran oleh bank syariah dan data-data yang diperhitungkan dalam pembuatan laporan pengelolaan dana Mudharabah .
Mekanisme yang berlaku adalah sebagai berikut

(1). Pendapatan bank sebagai Mudharib
Yaitu pendapatan atas penyaluran dana yang akan menjadi milik bank sendiri. Seperti pendapatan dari penyaluran dana dari prinsip Wadi’ah.

(2). Pendapatan operasi lainnya
Hampir sama dengan pendaoatan dari operasi lain pada prinsip Revenue Sharing.

(3). Beban operasi
Merupakan seluruh beban-beban yang dikeluarkan bank syariah sebagai lembaga keuangan syariah.

D. Perbedaan Mendasar profit and Loss Sharing dan Revenue Sharing

Perbedan mendasar yang membedakan antara kedua prinsip tersebut terletak pada hal-hal berikut. Pertama, dalam prinsip profit and Loss Sharing pendapatan yang akan didistribusikan adalah pendapatan bersih setelah pengurangan total Cost terhadap total revenue. Sedang dalam prinsip Revenue Sharing pendapatan yang akan didistribusikan adalah pendapatan kotor dari penyaluran dana, tanpa harus di-kalkulasi-kan terlebih dahulu dengan biaya-biaya pengeluaran operasional usaha . Kedua, pada prinsip Profit and Loss Sharing, biaya-biaya operasional akan dibeban ke dalam modal usaha atau pendapatan usaha, artinya biaya-biaya akan ditanggung oleh shahibul maal. Sedangkan dalam prinsip Revenue Sharing, biaya-biaya akan ditanggung bank Syariah sebagai Mudharib, yaitu pengelola modal. Ketiga, pada prinsip Profit and Loss Sharing, pendistribusian pendapatan yang akan dibagikan adalah seluruh pendapatan, baik pendapatan dari hasil investasi dana atau pendapatan dari fee atas jasa-jasa yang diberikan bank setelah dikurangi seluruh biaya-biaya operasional. Sedangkan dalam prinsip Revenue Sharing, pendapatan yang akan didistribusikan hanya pendapatan dari penyaluran dana shahibul maal, sedangkan pendapatan Fee atas jasa-jasa bank syariah merupakan pendapatan murni bank sendiri. Dari pendapatan Fee inilah bank Syariah dapat menutupi biaya-biaya operasional yang ditanggung bank syariah.

E. Penerapan Prinsip Revenue Sharing dan Sharing Profit and Loss Sharing di Perbankan Syariah Saat ini

Sampai saat ini belum ada bank syariah yang menerapkan prinsip Profit Sharing dalam pendistribusian hasil usaha. Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan prinsip ini sulit untuk diterapkan.pertama, faktor internal dari perbankan syariah itu sendiri, yaitu ketidaksiapan manajemen perbankan syariah untuk menerapkan prinsip ini. Dalam prinsip Profit and Loss Sharing pendapatan hasil usaha yang dibagikan adalah pendapatan bersih , yaitu laba kotor dikurangi dengan beban-beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana nasabah. Dengan mekanisme seperti ini Bank Syariah dituntut untuk lebih jujur dan transparan dalam menentukan beban-beban yang akan ditanggung dalam pengelolaan dana nasabah. Dan hal ini akan sangat menyulitkan dalam penerapannya, karena bank syariah harus membuat dua laporan sekaligus yaitu laporan yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah dan laporan bank syariah sebagai lembaga keuangan syariah yang mengelola dana dan kegiatan lainnya . Faktor kedua adalah kesiapan dari masyarakat yang menyimpan dananya di Bank Syariah. Pihak deposan harus siap menerima bagiaan kerugian apabila dalam pengelolaan dana terjadi bukan kerena kelalain Bank Syariah sehingga dana yang diinvestasiakan pun akan berkurang. Selain itu beban-beban pegelolaan dana pun akan dibebankan pada dana mudharabah yang berakibat kecilnya pendapatan yang akan didistribusikan. Jika bagi hasil yang didistribusikan kecil minat masyarakat untuk menabung di Bank Syariah pun akan menurun yang berakibat pada Bank Syariah itu sendiri. Namun upaya untuk menerapkan prinsip in harus terus di lakukan karena prinsip seperti ini lah yang diterapkan oleh Rsulullah SAW dalam melakukan perdagangan.
Untuk saat ini semua bank syariah di Indonesia masih menggunakan prinsip Revenue Sharing. Penggunaan prinsip ini didasarkan pada kenyataan bahwa :

1. Dana yang dilemparkan oleh bank ke dalam bentuk pembiayaan adalah dana polling yang berasal dari dana titipan serta bagi hasil sehingga sulit untuk menelusuri satu persatu sumber dana yang dilemparkan kepembiyaan
2. Perhitungan pendapatan dibagi dengan pendekatan ini lebih mudah, khusus untuk pembiayaan. Dalam prinsip ini bank syariah tidaka perlu menentukan beban-beban terlebih dahulu karena smua beban akan di tanggung oleh bank syariah sendiri. Dengan ini bank syariah tidak memerlukan banyak petugas untuk mengontrol biaya-biaya yang akan dikeluarkan nasabah.
3. Diasumsiakan bahwa para nasabah belum terbiasa menerima kondisi berbagi hasil dan berbagi resiko .
4. Pada prisip seperti ini kemungkinan bagi hasil yang akan didistribusikan kepada nasabah akan lebih besar dari tingkat suku bunga. Sehingga akan mempengaruhi minat para nasabah untuk menabung di bank syariah. Karena kita tahu aset perbankan syariah di Indonesia saat ini masih sangat kecil dibanding dengan aset bank Konvensional. Dengan prinsip ini di harapkan kedepanya dana nasabah akan masuk ke bank syariah.

Namun prinsip Revenue Sharing juga mempunyai kelemahan , yaitu jika pendapatan bank syariah rendah, maka bagian bank pun akan sangat rendah karena harus menanggung biaya-biaya pengelolaan dana, hal ini akan sangat membebani para pemegang saham di bank syariah. Sedang penabung tidak akan merasakan kerugian. Dengan kata lain secara tidak langsung bank telah menjamin nilai nominal investasi nasabah, karena pendapatan paling rendah yang dialami oleh bank adalah nol dan tidak mungkin negatif . Dan hal inilah yang menyebabkan sebagian kalangan yang masih meragukan akan kesesuain prinsip ini dengan nilai syariah.

Senin, 21 Mei 2012

Seputar Mudharabah dan Musyarakah


Pembiayaan Modal Kerja
Pembiayaan Modal Kerja adalah produk pembiayaan yang akan membantu kebutuhan modal kerja usaha Anda sehingga kelancaran operasional dan rencana pengembangan usaha Anda akan terjamin.
Peruntukkan :
Perorangan (WNI) pemilik usaha dan badan usaha yang memiliki legalitas di Indonesia
Fitur :
  1. Berdasarkan prinsip syariah dengan pilihan akad musyarakah, mudharabah, atau murabahah sesuai dengan spesifikasi kebutuhan modal kerja
  2. Dapat digunakan untuk meningkatkan atau memenuhi tambahan omset penjualan dan membiayai kebutuhan bahan baku atau biaya-biaya overhead
  3. Jangka waktu pembiayaan disesuaikan dengan spesifikasi modal kerja
  4. Plafond mulai Rp 100 juta
  5. Untuk Nasabah perorangan akan dilindungi oleh asuransi jiwa sehingga pembiayaan akan dilunasi oleh perusahaan asuransi apabila Anda meninggal dunia
  6. Pelunasan sebelum jatuh tempo tidak dikenakan denda
  7. Dapat menggunakan skema revolving maupun non-revolving (bergantung karakteristik Nasabah)
  8. Dapat memanfaatkan pembiayaan rekening koran syariah sehingga lebih memudahkan Anda dalam mencairkan pembiayaan

Persyaratan Administratif untuk Pengajuan :
Individu
  1. Formulir permohonan pembiayaan untuk individu
  2. Fotocopy KTP dan Kartu Keluarga
  3. Fotocopy Surat Nikah (bila sudah menikah)
  4. Fotocopy NPWP
  5. Asli slip gaji & surat keterangan kerja (untuk pegawai/karyawan)
  6. Laporan keuangan/ laporan usaha 2 tahun terakhir
  7. Fotocopy mutasi rekening buku tabungan/statement giro 6 bulan terakhir
  8. Fotocopy rekening telepon dan listrik 3 bulan terakhir
  9. Bukti legalitas jaminan (SHM/SHGB/BPKB/bilyet deposito/dll)
  10. Bukti-bukti purchase order atau Surat Perintah Kerja (SPK) jika ada

Institusi/Perusahaan
  1. Surat permohonan pembiayaan dari manajemen/pengurus
  2. NPWP institusi yang masih berlaku
  3. Legalitas pendirian dan perubahannya (jika ada) dan pengesahannya
  4. Izin-izin usaha : SIUP, TDP, SKD, SITU, dan lainnya (jika dibutuhkan) yang masih berlaku
  5. Data-data pengurus perusahaan
  6. Laporan keuangan 2 tahun terakhir
  7. Fotocopy mutasi rekening buku tabungan/statement giro 6 bulan terakhir
  8. Bukti legalitas jaminan (SHM/SHGB/BPKB/ bilyet deposito/dll)
  9. Bukti-bukti purchase order atau Surat Perintah Kerja (SPK) jika ada

Simulasi Produk Musyarakah

PT. LUHUR memerlukan dana untuk menambah modal kerja usaha perdagangannya sebesar Rp. 500.000.000,- sementara modal kerja sendiri dari PT. LUHUR sebesar Rp. 400.000.000,- atau 80% dari Total Modal Kerja yang diperlukan. Untuk keperluan tersebut PT.LUHUR mengajukan Fasilitas Pembiayaan kepada Bank Muamalat dengan total kebutuhan dana Rp. 1.000.000.000,-
Plafond
:
Rp. 100.000.000,-
Jangka Waktu
:
24 bulan
Nisbah Bagi Hasil
:
(berdasarkan Laba Bersih) : 20% untuk bank dan 80% untuk nasabah (PT. LUHUR)
Obyek Bagi Hasil
:
Laba Bersih
Biaya Administrasi
:
Rp. 1.000.000.-
Pembayaran Bagi Hasil
:
Dilaksanakan setiap akhir bulan
Pengembalian Pokok
:
PT. LUHUR wajib mengakumulasi keuntungan setiap bulan dan menyisihkannya untuk pengembalian waktu

presentasi Pembiayaan di Bank Muamalat
  • Bank Muamalat memaparkan kinerja keuangan sepanjang tahun 2011 kepada media di Jakarta 3/4. Tahun lalu, Bank Muamalat mencatat pertumbuhan Aset 51.8%. Pertumbuhan ini jauh malampaui rata-rata pertumbuhan aset perbankan nasional  tahun 2011 (21.4%) dan melebihi rata-rata pertumbuhan aset perbankan syariah (49.2%).

    “Per Akhir 2011, Aset Bank Muamalat mencapai Rp 32.5 triliun atau meningkat Rp 11.1 triliun dari posisi akhir 2010 (Rp 21.4 triliun). Pertumbuhan ini membawa market share Bank Muamalat meningkat dari 21.95% (2010) menjadi 22.33% (2011) terhadap perbankan syariah” jelas Direktur Utama Bank Muamalat Arviyan Arifin.

    Sementara Pembiayaan yang disalurkan berjumlah 22.47 triliun atau tumbuh 41.2% dari Rp 15.92 triliun (yoy) dengan Financing to Deposit Ratio (FDR) berada dalam posisi yang optimal yaitu 85.2%.

    Pada periode ini, Pencapaian Laba sebelum pajak (Profit Before Tax) tercatat Rp 372 miliar atau meningkat 60.8% (yoy) dari posisi Rp 231 miliar pada tahun 2010. Sementara laba bersih tercatat meningkat 60.1% dari Rp 170.9 miliar (2010) menjadi Rp 273.6 miliar (2011).

    “Bank Muamalat juga mencatat perbaikan kualitas aset dengan berkurangnya Non Performing Financing/NPF (net) pada level 1.78%, dari posisi akhir 2010 sebesar 3.51%”, imbuh Arviyan.

    Dari aspek penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat Rp 26.66 triliun atau meningkat 53.3% dari Rp 17.39 triliun (yoy). Pertumbuhan DPK diikuti dengan bertumbuhnya porsi dana ritel dari produk-produk Tabungan (Saving Accounts) yang mencapai 31.5%. Laju pertumbuhan DPK Tabungan senantiasa meningkat dibanding pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya yaitu 17.1% (2009 ke 2010) serta 14.6% (2008 ke 2009). Tingginya pertumbuhan DPK tabungan tak hanya di hasilkan dari bertambahnya rekening-rekening baru, namun juga dari meningkatnya saldo rekening nasabah.



  • Dari aspek Pembiayaan, sektor ritel cukup mendominasi pada tahun 2011 dengan porsi 13.35 triliun atau 59.4% dari total portfolio pembiayaan. Sementara sektor korporasi disalurkan pada berbagai sektor ekonomi antara lain energi, pertambangan, infrastruktur, konstruksi, agroindustri, pendidikan dan kesehatan serta makanan dan minuman. Bank Muamalat kini menjadi pionir bagi proyek pembiayaan energi terbarukan berskema syariah. Dari Rp 2.25 triliun pembiyaan Bank Muamalat pada sektor energi, Bank Muamalat menyalurkan Rp 782.9 miliar diantarannya bagi proyek-proyek energi terbarukan, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH).

    Untuk proyek-proyek tersebut, Bank Muamalat menggandeng sekitar 11 perusahaan Independent Power Producer (IPP) bagi 13 proyek PLTMH di 5 Provinsi di Indonesia. Ekspansi pada sektor energi terbilang sangat prudent dengan tingkat NPF pada sektor ini sebesar nol persen. “Kami akan terus mengembangkan SDM guna menyalurkan pembiayaan ke sektor ekonomi yang semakin beragam, sehingga kontribusi Bank Muamalat bagi pembangunan dapat terus meningkat”, tambahnya.

    Dalam rangka memperkuat struktur permodalan secara berkelanjutan. Bank Muamalat saat ini tengah melakukan proses penerbitan Sukuk Subordinasi Mudharabah melalui metode Penawaran Umum berkelanjutan. Total nilai sukuk direncanakan sebesar Rp 1.5 triliun, dan ditawarkan secara bertahap.

    Kini, Bank Muamalat telah membuka sekitar 360 kantor di seluruh Indonesia dan masih menjadi satu-satunya bank asal Indonesia yang mengoperasikan kantor cabang penuh (full branch) di Kuala Lumpur, Malaysia. “Untuk meningkatkan aksesibilitas nasabah Bank Muamalat telah meningkatkan jumlah ATM Muamalat dari 172 unit (2010) menjadi 475 unit (2011). Kami terus melakukan penambahan hingga di akhir tahun 2012 jumlah ATM Muamalat kami proyeksikan mencapai 800 unit”, tandas Arviyan.

    Bank Muamalat tahun ini genap beroperasi selama 20 tahun terhitung sejak 1 Mei 1992. Dua dekade berkarya, pionir perbankan syariah di Indonesia ini kini telah memiliki banyak saudara yaitu sekitar 11 Bank Umum Syariah dan 23 Unit Usaha Syariah.  Sepanjang tahun 2011 Bank Muamalat memperoleh apresiasi masyarakat antara lain sebagai The Best Islamic Local Bank in Indonesia oleh Alpha South East Asia, Hong Kong dan sebagai The Best Islamic Financial Institution in Indonesia oleh Global Finance, New York. (hnf/hnf).
http://www.muamalatbank.com/home/news/siaran_pers/1944

Problematika pembiayaan.
Angga Bratadharma
Jakarta–Indeks acuan perbankan syariah yang rencananya akan diluncurkan Bank Indonesia (BI) diharapkan mampu meningkatkan pembiayaan syariah, khususnya skema mudharabah dan musyarakah.
“Pada prinsipnya, adanya produksi tersebut akan membantu bank dalam menetapkan benchmark margin bagi hasil yang wajar”, ujar Direktur Kepatuhan BNI Syariah Imam Teguh Saptono, kepada wartawan, di Jakarta, Selasa, 7 Februari 2012.
Ia menuturkan, adanya indeks acuan untuk perbankan syariah tersebut akan menciptakan informasi yang fair dan transparan (menghilangkan asymetric information), sehingga menguntungkan nasabah suatu bank di Indonesia.
“Bank akan lebih mudah membuat asumsi, menetapkan margin bagi hasil dan menghitung risiko”, ucapnya.
Namun, lanjutnya, disisi lain butuh sosialisasi dan uji validitas dilapangan atas angka indeks tersebut, sehingga masih butuh waktu. Pasalnya, angka indeks tersebut butuh ketepatan, karenanya butuh waktu untuk menyesuaikan dengan yang ada dilapangan.
“Tapi, pada akhirnya indeks tersebut diharapkan mampu meningkatkan pembiayaan syariah, khususnya skim mudharabah dan musyarakah”, tutupnya.
Seperti yang diketahui, Peneliti Senior Bank Indonesia (BI) Rifki Ismal menyatakan, BI tengah berupaya meluncurkan indeks harga untuk perbankan, terutama bagi perbankan syariah. Dengan adanya indeks tersebut, maka nasabah akan diuntungkan karena ada acuan harga.
“Indeks tersebut nanti akan per sektor, yaitu sektor riil. Ada 11 sektor. Itu dari pertambangan, perkebunan, dan semacamnya”, tandas Rifki, belum lama ini.
Ia menuturkan, indeks yang diutamakan perbankan syariah ini akan membuat bank syariah di Indonesia menjadi principal syariah 100%. Ia menilai, selama ini perbankan syariah belum syariah sepenuhnya, karena masih mengacu pada bunga bank konvensional.
“Selama ini perbankan syariah masih mengacu pada bunga bank konvensional, maka dengan indeks ini akan mensyariahkan syariah di Indonesia. Kan principalnya 100% harus syariah”, tutupnya.



Minggu, 25 Maret 2012

Perkembangan Layanan Perbankan Berbasis Teknologi


Perkembangan perubahan layanan perbankan
Industri perbankan kini semakin serius mengembangkan layanan melalui jaringan berbasis teknologi informasi (TI) atau dikenal dengan electronic channel (e-channel).
Perkembangan ini bisa terlihat dengan semakin terjangkaunya fasilitas ATM di berbagai tempat, pengembangan fitur internet banking ataupun mobile banking. Khusus untuk mobile banking, perkembangannya juga tidak terlepas dari akses smartphone dan jaringan internet yang semakin murah.
Dari sisi pengguna seluler misalnya, berdasarkan data Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI), pada 2010 telah mencapai 210 juta pelanggan, tumbuh signifikan dibandingkan 2006 yang baru sekitar 64 juta pengguna.
Data lembaga riset Nielsen pada 2011 juga mencatat 48 persen dari pengguna internet Indonesia mengakses internet melalui mobile phone. Chief of Product Service and Marketing Commonwealth Bank Rian Kaslan mengatakan, sebagian besar nasabah bank saat ini sudah menuntut perbankan untuk memberikan pilihan yang lebih banyak dalam bertransaksi, selain hanya dari cabang.
Menurut dia, nasabah sekarang mencari kemudahan untuk bertransaksi di mana pun,berlaku untuk transaksi pribadi ataupun transaksi usaha. Dengan bertambah banyaknya usaha kecil dan menengah, kata dia, tingkat persaingan usaha semakin ketat, sehingga kemudahan dan kecepatan bertransaksi sangat penting untuk memastikan kelangsungan dan keunggulan usahanya. Jenis transaksi yang dilakukan juga semakin banyak, sehingga bank-bank juga dituntut untuk memastikan mereka bisa memenuhi kebutuhan ini.
Selain itu, Rian menilai tren penetrasi internet di Indonesia dan penggunaan smartphone semakin meningkat, dan Indonesia menjadi salah satu leader dalam hal ini. “Akses ke internet di Indonesia terbesar adalah justru dari smartphone, dibandingkan dari komputer rumah maupun di kantor,” kata dia kepada Sindo.
Rian juga menilai, semakin meningkat daya beli masyarakat dan juga teknologi telekomunikasi di Indonesia,penggunaan internet atau mobile banking juga akan semakin meningkat. Selain itu, transaksi melalui channel elektronik juga akan lebih hemat untuk nasabah karena tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi untuk datang ke cabang bank.
Rian mengungkapkan,Commonwealth Bank menawarkan berbagai kemudahan untuk nasabah dalam bertransaksi melalui electronic channel seperti internet banking, mobile banking, dan ATM. “Transaksi yang bisa dilakukan melalui internet dan mobile banking kami sangat komprehensif dan termasuk yang paling lengkap di industri,”ujarnya.
Menurut dia, kelengkapan itu terlihat mulai dari transaksi perbankan konvensional seperti transfer dan cek saldo, sampai dengan remitansi ke bank mana pun di seluruh dunia, dan bahkan pembelian reksa dana. “Kami diberikan gelar oleh Muri sebagai mobile banking pertama yang menawarkan layanan reksa dana. Kartu ATM kami juga dapat digunakan di semua jaringan ATM di Indonesia dan juga bisa digunakan untuk pembayaran tagihan,” ungkapnya.
SVP Electronic Banking Bank Mandiri Rico Usthavia Frans menjelaskan, electronic banking memiliki banyak keunggulan. Menurut dia, jika memiliki platform internet banking memadai, bank dapat melayani ribuan, bahkan jutaan orang dengan platform yang sama. Berbeda halnya dengan keberadaan kantor cabang yang bisa dikategorikan tidak scalable.
Rico menilai setiap cabang memiliki kapasitas yang relatif terbatas, sehingga jika ingin melayani lebih banyak orang maka dibutuhkan banyak cabang yang harus dibuka. ”Saat ini sekitar 90 persen transaksi di Bank Mandiri sudah dilakukan melalui e-channel. Bank akan banyak ke e-channel atau ebanking, karena juga cocok dengan perubahan gaya hidup didukung kematangan teknologi,” katanya.
Kekuatan lain dari echannel adalah biaya yang relatif murah, sehingga secara keseluruhan unit biaya bisa ditekan. E-channel juga merupakan layanan yang bisa menghasilkan fee-based. Namun, Rico menilai penambahan cabang konvensional masih diperlukan untuk branding. Selain itu, masih ada beberapa transaksi yang tidak bisa dilakukan melalui e-channel. Hal senada diungkapkan Direktur Utama BNI Gatot M Suwondo.
Menurut dia, transaksi di e-channel lebih murah biayanya. Dia mencontohkan di cabang, biaya transaksi itu mencapai sekitar Rp2.700 per transaksi, sementara di ATM hanya sekitar Rp350, dan di internet banking jauh lebih murah yaitu sekitar Rp250 setiap kali transaksi.“Jadi ke depan, kita mau mengalihkan transaksi dari cabang ke e-banking,” imbuhnya.
Menurut dia, semua bank arahnya akan menyasar electronic channel karena biayanya yang murah.Namun,masih ada kendala yang perlu segera dibenahi. Selain masalah infrastruktur, kendala utama itu adalah mengubah kebiasaan nasabah yang harus terus diedukasi. Dia mencontohkan, transisi nasabah dari cabang ke ATM saja membutuhkan waktu sekitar 7–10 tahun.
Meskipun sebagian penduduk Indonesia sudah melek teknologi dan sudah terakses internet,untuk mengubah kebiasaan nasabah beralih ke channel elektronik lain seperti mobile banking, juga diperlukan waktu dan edukasi berkelanjutan. Pengamat perbankan Paul Sutaryono menambahkan, echannelmemang akan menjadi primadona pendapatan bank nasional, terlebih ketika Indonesia terkena dampak perlambatan ekonomi global.
Ini disebabkan e-channel bisa menjadi penopang pendapatan nonoperasional perbankan ketika pendapatan bunga kredit (interest income) agak tertahan. Pada 2011 lalu, perbankan nasional ramai-ramai meluncurkan dan mengoptimalkan layanan mobile banking.Tidak mau ketinggalan, PT Bank CIMB Niaga Tbk belum lama ini juga meluncurkan layanan mobile banking yang dinamakan Go Mobile.
Direktur Strategi dan Keuangan CIMB Niaga Wan Razly Abdullah mengatakan, peningkatan layanan dan menghadirkan fitur-fitur layanan baru memang perlu. Selain memberikan kepuasan,dirinya percaya dengan memberikan layanan terbaik maka nasabah mau menempatkan dananya di bank.
Menurut dia, untuk mendukung pertumbuhan kredit tahun ini pada kisaran 17–18 persen diperlukan pertumbuhan dana pihak ketiga yang lebih tinggi dari kredit yaitu 18–20 persen, terutama pertumbuhan CASA (current account and saving account) atau dana murah.
Untuk itu, kata dia, diperlukan strategi layanan yang memuaskan dan memenuhi kebutuhan nasabah,salah satunya dengan layanan internet banking ataupun mobile banking.



( (koran Sindo)/Koran SI/and)
http://news.okezone.com/read/2012/02/27/452/582920/perbankan-fokuskan-e-channel


Nama-nama software dalam dunia E-Banking
Jenis-Jenis Teknologi Internet Banking (E-Banking)
Adapun jenis-jenis teknologi E-Banking antara lain sebagai berikut :
  1. Automated Teller Machine (ATM) : Terminal elektronik yang disediakan lembaga keuangan atau perusahaan lainnya yang membolehkan nasabah untuk melakukan penarikan tunai dari rekening simpanannya di bank, melakukan setoran, cek saldo, atau pemindahan dana.
  2. Computer Banking : Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui koneksi internet ke pusat data bank, untuk melakukan beberapa layanan perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan lain-lain.
  3. Debit (or check) Card : Kartu yang digunakan pada ATM atau terminal point-of-sale (POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang langsung didebet (diambil) dari rekening banknya.
  4. Direct Deposit : Salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh organisasi (misalnya pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang membayar sejumlah dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap rekening nasabah.
  5. Direct Payment (also electronic bill payment) : Salah satu bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk membayar tagihan melalui transfer dana elektronik. Dana tersebut secara elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct payment berbeda dari preauthorized debit dalam hal ini, nasabah harus menginisiasi setiap transaksi direct payment.
  6. Electronic Bill Presentment and Payment (EBPP) : Bentuk pembayaran tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau pelanggan secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam rekening bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar tagihan tersebut secara online juga. Pembayaran tersebut secara elektronik akan mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.
  7. Electronic Check Conversion : Proses konversi informasi yang tertuang dalam cek (nomor rekening, jumlah transaksi, dll) ke dalam format elektronik agar bisa dilakukan pemindahan dana elektronik atau proses lebih lanjut.
  8. Electronic Fund Transfer (EFT) : Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari satu rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik.
  9. Payroll Card : Salah satu tipe “stored-value card” yang diterbitkan oelh pemberi kerja sebagai pengganti cek yang memungkinkan pegawainya mengakses pembayaraannya pada terminal ATM atau Point of Sales. Pemberi kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu tersebut secara elektronik.
  10. Preauthorized Debit ( automatic bill payment ) : Bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis yang diambil dari rekening banknya pada tanggal-tangal tertentu dan biasanya dengan jumlah pembayaran tertentu (misalnya pembayaran listrik, tagihan telpon, dll). Dana secara elektronik ditransfer dari rekening pelanggan ke rekening kreditor (misalnya PLN atau PT Telkom).
  11. Prepaid Card : Salah satu tipe Stored-Value Card yang menyimpan nilai moneter di dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai tersebut ke penerbit kartu.
  12. Smart Card : Salah satu tipe stored-value card yang di dalamnya tertanam satu atau lebih chips atau microprocessors sehingga bisa menyimpan data, melakukan perhitungan, atau melakukan proses untuk tujuan khusus (misalnya validasi PIN, otorisasi pembelian, verifikasi saldo rekening, dan menyimpan data pribadi). Kartu ini bisa digunakan pada sistem terbuka (misalnya untuk pembayaran transportasi publik) atau sistem tertutup (misalnya MasterCard atau Visa networks).
  13. Stored-Value Card : Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai moneter, yang diisi melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau melalui simpanan yang diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain. Untuk single-purpose stored value card, penerbit (issuer) dan penerima (acceptor) kartu adalah perusahaan yang sama dan dana pada kartu tersebut menunjukkan pembayaran di muka untuk penggunaan barang dan jasa tertentu (misalnya kartu telpon). Limited-purpose card secara umum digunakan secara terbatas pada terminal POS yang teridentifikasi sebelumnya di lokasi-lokasi tertentu (misalnya vending machines di sekolah-sekolah). Sedangkan multi-purpose card dapat digunakan pada beberapa penyedia jasa dengan kisaran yang lebih luas, misalnya kartu dengan logo MasterCard, Visa, atau logo lainnya dalam jaringan antar bank.
 Saluran dari e-Banking yang telah diterapkan bank-bank di Indonesia
Adapun saluran dari e-Banking yang telah diterapkan bank-bank di Indonesia sebagai berikut:

1. ATM, Automated Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri
Ini adalah saluran e-Banking paling populer yang kita kenal. Setiap kita pasti mempunyai kartu ATM dan menggunakan fasilitas ATM. Fitur tradisional ATM adalah untuk mengetahui informasi saldo dan melakukan penarikan tunai. Dalam perkembangannya, fitur semakin bertambah yang memungkinkan untuk melakukan pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan yang terkini transfer ke bank lain (dalam satu switching jaringan ATM). Selain bertransaksi melalui mesin ATM, kartu ATM dapat pula digunakan untuk berbelanja di tempat perbelanjaan, berfungsi sebagai kartu debit. Bila kita mengenal ATM sebagai mesin untuk mengambil uang, belakangan muncul pula ATM yang dapat menerima setoran uang, yang dikenal pula sebagai Cash Deposit Machine/CDM. Layaklah bila ATM disebut sebagai mesin sejuta umat dan segala bisa, karena ragam fitur dan kemudahan penggunaannya.

2. Phone Banking
Ini adalah saluran yang memungkinkan nasabah untuk melakukan transaksi dengan bank via telepon. Pada awalnya lazim diakses melalui telepon rumah, namun seiring dengan makin populernya telepon genggam/HP, maka tersedia pula nomor akses khusus via HP bertarif panggilan flat dari manapun nasabah berada. Pada awalnya, layanan Phone Banking hanya bersifat informasi yaitu untuk informasi jasa/produk bank dan informasi saldo rekening serta dilayani oleh Customer Service Operator/CSO. Namun profilnya kemudian berkembang untuk transaksi pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain; serta dilayani oleh Interactive Voice Response (IVR). Fasilitas ini boleh dibilang lebih praktis ketimbang ATM untuk transaksi non tunai, karena cukup menggunakan telepon/HP di manapun kita berada, kita bisa melakukan berbagai transaksi, termasuk transfer ke bank lain.

3. Internet Banking
Ini termasuk saluran teranyar e-Banking yang memungkinkan nasabah melakukan transaksi via internet dengan menggunakan komputer/PC atau PDA. Fitur transaksi yang dapat dilakukan sama dengan Phone Banking yaitu informasi jasa/produk bank, informasi saldo rekening, transaksi pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain. Kelebihan dari saluran ini adalah kenyamanan bertransaksi dengan tampilan menu dan informasi secara lengkap tertampang di layar komputer/PC atau PDA.
4. SMS/m-Banking
Saluran ini pada dasarnya evolusi lebih lanjut dari Phone Banking, yang memungkinkan nasabah untuk bertransaksi via HP dengan perintah SMS. Fitur transaksi yang dapat dilakukan yaitu informasi saldo rekening, pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), dan pembelian voucher. Untuk transaksi lainnya pada dasarnya dapat pula dilakukan, namun tergantung pada akses yang dapat diberikan bank. Saluran ini sebenarnya termasuk praktis namun dalam prakteknya agak merepotkan karena nasabah harus menghapal kode-kode transaksi dalam pengetikan sms, kecuali pada bank yang melakukan kerjasama dengan operator seluler, menyediakan akses banking menu – Sim Tool Kit (STK) pada simcardnya.


APLIKASI BANTU SID BPR VERSI 6
Setelah melakukan beberapa kali uji coba, dan membantu beberapa BPR dalam melakukan proses Stres Test, saat ini kami nyatakan bahwa add-modul software SID Versi 6 Heasoft kami telah siap untuk diimplementasikan.
Beberapa modifikasi plus penyempurnaan modul SID Heasoft Banking System juga telah diterapkan. Untuk yang telah menggunakan Heasoft Banking System, tidak ada perubahan apapun pada sisi entri data. Tapi ada perubahan yang cukup banyak pada core banking nya. Perubahan ini kami lakukan karena sistem yang kami gunakan adalah sistem inject langsung ke database SIDBPR versi V6.
Saat ini Ada 2 model fasilitas proses transfer yang kami sediakan. Yang pertama proses seperti sebelumnya, yaitu transfer dengan sistem inject database seperti yang telah dibenamkan kedalam Core Heasoft. Yang kedua dengan sistem export import. Dengan aplikasi kami, kedua sistem ini bisa dijalankan dengan tanpa masalah. Jadi terserah user ingin menggunakan sistem yang mana. Aplikasi bantu SID v6 Heasoft bisa digunakan oleh BPR konvensional, BPR Syari’ah, dan Bank Umum.
Apakah sistem inject database SIDBPR itu aman ?
Proses pengerjaan sistem inject memang memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibanding dengan proses export import. Kalau proses export import, cukup memperhatikan struktur nya yang telah diberikan oleh BI. Atau dengan mempelajari hasil export dari program SIDBPR Pelapor. Lalu membuat proses yang menghasilkan hasil yang sama dengan file export tersebut. Sedang pada proses inject, harus diperhatikan dengan benar dan teliti untuk setiap proses penyimpanan dan update data yang dilakukan ke dalam table database.
6 Hal Penting yang harus diperhatikan sistem inject SIDBPR Versi 6.
Berikut sedikit catatan kami tentang proses inject ini :
  1. Tidak ada proses penghapusan data dari aplikasi bantu. Satu-satu nya yang “boleh” dihapus adalah data DIN-Request SID.
  2. Harus benar-benar memperhatikan tipe data dari table yang akan di update.
  3. Usahakan semaksimal mungkin untuk melakukan verifikasi dan validasi data secara internal. Gunakan standar yang telah diberikan dari BI.
  4. Pastikan Tidak ada proses yang menyebabkan hilangnya atau berubahnya relasi data.
  5. Harus ada proses untuk melakukan kroscek data antara data yang ada di database SIDBPR dengan data internal. Hal ini untuk memastikan bahwa data yang dimasukkan sudah benar.
  6. Lakukuan proses perbaikan basis data dan pemeliharaan basis data dari aplikasi SIDBPR Pelapor.
Kelebihan dan kekurangan sistem inject.
  1. Kami sampaikan kekurangan nya terlebih dahulu. Kekurangannya adalah proses pengerjaannya yang lebih rumit dibanding sistem exim.
  2. Kelebihannya proses lebih cepat. User tidak perlu keluar masuk aplikasi untuk melakukan proses transfer data SID.
  3. Dapat memastikan atau melakukan pembandingan secara langsung antara data SIDBPR dengan data internal.
  4. Data double bisa di cek secara langsung pula.
Mudah-mudahakan informasi diatas dapat membantu rekan-rekan sesama vendor aplikasi bantu SID BPR dan terutama membantu rekan-rekan di BPR untuk melakukan proses pengiriman data SID Versi 6.
Produk baru kami ini adalah “Transfer Data LapBul Otomatis”. Produk ini berupa layanan transfer data dari file excel di program Laporan Bulanan Bank Indonesia atau yang biasa disebut dengan LapBul BI.
Untuk BPR yang belum memiliki system atau software, atau yang software nya belum bisa melakukan transfer data secara otomatis ke Laporan Bulanan Bank Indonesia (LapBul BI), kami menyediakan layanan Transfer Data LapBul Otomatis. Dengan layanan ini Anda cukup mengirimkan file data Anda (kalau bisa dalam bentuk Excel) via email, lalu dalam 1 sampai 3 jam, Anda sudah mendapatkan file yang siap dikirim via LapBul BI.